Kamis, 12 Februari 2015, 22.18
WIB
Malam itu, seperti malam yang
biasanya, aku menonton siaran ulang sepakbola di televisi dan istriku sibuk
meninabobokkan anakku yang belakangan ini suka tidur sangat larut. Hingga
sebuah ketukan pelan terdengar, diikuti pintu kamar yang membuka sedikit. “Mbak…eeemmm”
suara pengasuh anakku terdengar agak bergetar. “Ada apa…” Tanya istriku sambil
tetap memeluk anakku yang hampir tertidur. “Mbak…saya mau ijin pulang….adik
saya mbak..kecelakaan…” suara pengasuh anakku tercekat. “Dia meninggal mbak….” kemudian
tangispun meledak.
Aku dan istriku langsung beranjak
dari tempat tidur, anakku bahkan ikut terbangun. Berita ini begitu mendadak, di
tengah malam begini. “Aku tadi marahin dia, nyuruh dia pulang mbak…karena bapak
lagi sakit… aku yang nyuruh mbak…” ratap pengasuh anakku sambil tersedu. Aku terduduk
gemetar di tepi tempat tidur. Ini adalah sebuah keadaan yang sangat aku benci,
sesuatu yang mendadak, datang tiba-tiba. Bibirku bergetar, mata dan pipi terasa
hangat, aku bisa merasakan betapa besar sesal yang dirasakan oleh pengasuh
anakku itu. Sementara istriku masih menenangkan mbak pengasuh anakku – dan juga
anakku yang ikut terbangun -, aku beranjak dari tempat tidur, tiba-tiba aku
ingin cuci muka. Di dalam kamar mandi aku terduduk, rongga dadaku terasa
menciut, sangat sesak. Sudah 10 menit aku ada di dalam kamar mandi, aku pun
segera membasuh muka, kemudian menyekanya dengan handuk yang masih menggantung
di cantelan baju. Aku keluar dari kamar mandi, ruang tengah terlihat gelap,
rupanya lampu sudah dimatikan. Aku buka pintu kamar, terlihat istriku tertidur
lelap, wajahnya terlihat lelah, di sampingnya, anakku pun sudah tertidur dengan
tengkurap – posisi favoritnya – dengan dot yang masih menempel di mulutnya. Aku
pun merebahkan badanku di kasur, menarik selimut, dan kemudian melanjutkan
menonton siaran ulang Piala Asia 2014, kedudukan 2 -2 antara Irak dan UAE. Suasana sangat tenang, seperti biasanya, seperti malam kemarin, dan malam-malam sebelumnya. Tidak ada hal besar yang terjadi.
Kamis, 12 Februari 2015, 14.27
WIB
“Lho mas kok di rumah…” Tanya pengasuh
anakku ketika melihatku keluar dari kamar mandi. “Iya…” jawabku singkat. “Tapi saya
nggak liat mas masuk rumah….” Tanya pengasuh anakku; penasaran. “Iya mbak…
nggak usah dipikirin… saya mau ngomong dikit sama mbak…” jelasku.
“Mbak…bapak kamu sakit, tapi
sudah pulang dari rumah sakit, dia nggak mau bikin khawatir mbak makanya dia
nggak bilang sama mbak…juga sama adik mbak…”
“lho mas…tapi……”
“sik tho mbak….tak ngomong dulu…..
nanti orang rumah bakal ngabari mbak…. Pesen saya mbak, jangan suruh adik mbak
yang lagi kuliah buat pulang ke rumah …. Pokoknya jangan mbak….. biarin dia di
kosannya dulu, nanti weekend bisa pulang…tapi jangan sekarang ya mbak…. Inget lho….
Ini penting mbak”
“tapi mas….nganu…. kok…”
“wis tho mbak…. Percaya sama aku
yo…. Inget… jangan marahin adikmu, jangan suruh adikmu pulang malam ini….. yo!”
Mbak pengasuh anakku terlihat
bingung, namun dia terdiam walaupun terlihat bahwa dia ingin sekali bertanya.
Aku bergegas; setelah melongok
sebentar ke dalam kamar untuk melihat anakku yang sedang tidur siang, aku
kemudian kembali masuk ke dalam kamar mandi.
Kamis, 12 Februari 2015, 22.48
WIB
“Pah… gimana ni, kita cari
penerbangan yang paling pagi kali ya….” Suara istriku terdengar dari arah dapur.
Aku terjaga dari lamunanku. “Iya mah, ntar aku cari di traveloka…..” jawabku
sambil meraih handuk dan menyeka mukaku. Aku keluar dari kamar mandi, di ruang
tengah, anakku sedang duduk sambil bermain dengan buku kesukaannya, istriku
masih merangkul mbak pengasuh anakku yang menunduk sambil sesekali menyeka
matanya yang basah.
“Ah…andai aku ini Hiro, si penjelajah
waktu…”