Mungkin sebelum jepang ada juga Amerika Serikat. Saya sempat mengalami nonton sitcom Amerika jadul macam Full House, atau Little Girl on a Prairie, tapi ya inget-inget lupa sih. Masa tontonan Jepang adalah masanya Anime dan film Super Sentai. Anime ada buanyaaaak: Saint Seiya, Sailor Moon, Doraemon, you name it. Dulu pas jaman nonton Ksatria Baja Hitam, saya nonton di rumah pak Kepala Desa, yang dapet “bocoran” parabola dari Wan Arab samping rumahnya. Saya inget banget kalau pas Ksatria Baja Hitam mulai itu berbarengan dengan telenovela (Maria Mercedes kalau ga salah), jadi kalau di rumah Wan Arab yang pegang remote istrinya maka sudah dijamin kalau channel nya diganti, dan yang dapet “bocoran” otomatis ikut ganti. Yang terjadi kemudian adalah anak-anak protes di depan rumah Wan Arab. Seru. Saya sih nggak nonton telenovela Amerika Latin, paling liat lagu intro nya Marimar aja, soalnya ada Thalia yang semlohay hahaha.
Kemudian tontonan China di jaman saya kecil adalah film Vampire. Bukan kaya vampire Eropa sih, tapi vampire china yang jalannya mirip pocong dan bisa berhenti kalau ditempelin kertas mantra. Jaman Bollywood, saya tidak terlalu suka, soalnya kelamaan filmnya, dan plotnya kebaca, tapi kalau Bollywood sekarang sih lebih bagus dari segi ceritanya, ya walau saya jarang nonton juga. Saat booming film Taiwan saya cuman nonton film sejuta umat Meteor Garden, oh sama MVP Lovers kalau ga salah.
Dan saat saya beranjak dewasa (baca: menua), Indonesia terkena Hallyu Wave, atau gampangnya: demam Korea (selatan). Saya menjadi salah satu korban. Dari semua pendahulunya, menurut saya Hallyu Wave ini adalah yang paling massif. Penyebaran drama, film, lagu, dan lain lainnya terlihat terstruktur dan didukung penuh oleh Pemerintah Korea Selatan. Hallyu Wave jadi ‘jualan’ nasional.
Buat saya, gampang sekali terjangkit demam ini. Pertama, saya tertarik karena mereka cantik (terlepas dari hasil operasi plastik atau bukan). Karena tak dipungkiri, tampang adalah hal pertama yang bisa menarik seseorang. Don’t judge the book by it’s cover they say, bagaimana mau pilih buku kalau gak liat covernya, nggak bisa baca judulnya hehe. Tertarik karena cantik, (dalam hal saya adalah pada Girls' Generations) kemudian saya kepoin lagunya, catchy... Walaupun ga paham bahasanya. Videonya juga enak dilihat, yaaaa kan cantik-cantik. Semakin lama, gak cuman nonton video klip lagu, kemudian merambah ke yang lain yaitu apa yang disebut variety shows. Nah bagusnya di sana, artis tuh selain harus pandai di bidangnya (misalnya penyanyi ya pandai nyanyi, aktor pandai akting) tuh harus punya ‘bakat’ lain, dan di variety shows ini lah itu ditunjukkan. Juga, tiap tiap artis punya persona/kepribadian yang mereka tunjukkan di media massa (misal si A itu personanya jadi orang yang lugu, agak bodoh, tapi nggemesin hehhe). Persona bisa beda sama kepribadian asli artis nya sih mungkin.
Belakangan, hallyu udah ga begitu terdengar gaungnya di Indonesia, atau mungkin sayanya aja yang gak update sih. Kaya trend trend lainnya, semua ada waktu dan periodenya sendiri. Sisa sisa demam hallyu wave saya masih bisa di lihat di nama anak saya, dan juga di hardisk komputer kantor saya hehehehe.