Kamis, 23 Juni 2016

Sederhana, bukan Rumah Makan

Hidup sederhanaaaa…..
Tak punya apa-apa tapi banyak cintaaa…….
 Potongan lagu Slank di atas nggak ada hubungannya sama tulisan ini, at least bagian “cinta”nya.


Saya anak kos sejak dalam pikiran. Dari SMA hingga sekarang, status saya masih “anak kos” jadi hidup sederhana adalah makanan sehari-hari saya. Tapi, let’s get it straight, sederhana adalah istilah yang subyektif. Hidup yang saya jalani sejak SMA hingga kuliah, mungkin dipandang sederhana, tapi buat saya itu hidup yang biasa saja. Makan dua kali sehari, sekali makan 2.500 rupiah (iya dulu di Semarang saya bisa dapet makan dengan uang segitu), itu sudah biasa, bukan sederhana untuk ukuran saya sih.


Ada sih dulu pas SMA, saya mengetatkan budget makan untuk menyisihkan uang demi beli kaset tape The Moffats. Atau pas dulu kuliah saya ga sengaja pake uang jajan buat beli sepatu bola bajakan, ya walaupun cuman 90 rebu. Jadi waktu mau nulis tentang hidup sederhana, saya jadi agak bingung mau nulis apa. Hehehehehe


Ngomong-ngomong tentang sederhana, saya jadi inget sebuah line yang cukup sering dikutip orang orang: “Bahagia itu Sederhana” – Saya sih tidak setuju. Menurut KBBI arti dari “bahagia” adalah n. keadaan atau perasaan senang dan tenteram (bebas dari segala yang menyusahkan); dan perasaan seperti itu tidak sederhana kawan. Bahagia itu lebih dari senang. Perasaan bahagia adalah perasaan senang yang paripurna, yang membebaskanmu dari segala beban, dan itu tidak sederhana. Yang sederhana mungkin adalah caramu mencapai rasa bahagia, tapi bahagia itu tidak sederhana. Jadi saya lebih senang bilang “(dengan) sederhana pun kita bisa bahagia.”


Boleh ga setuju sih sama saya.

1 komentar:

  1. dengan sederhana pun kita bisa bahagia.. apalagi sederhana bintaro uhh :9

    BalasHapus