Nafasnya terengah,
keringat sebulir jagung meleleh di dahi; Rokhim terbangun dari tidurnya. Sudah
tiga malam berturut-turut mimpi yang sama membuat dia terbangun dini hari. Di
sampingnya, Inah, istrinya, menggeliat sambil menarik selimut yang sudah turun
ke kaki. Rokhim hendak membangunkannya, namun kemudian dia mengurungkan niat
itu.
Pagi itu seperti
biasa, sebelum berangkat ke kantor, Inah selalu menyiapkan sarapan untuk Rokhim
dan Rohman, anak semata wayang mereka. Hari ini, hari pertama Rohman masuk
kelas 6 SD. Sarapan sudah tersedia di meja makan, namun belum ada seorangpun
yang menduduki kursinya. Semenjak beberapa bulan belakangan, keluarga ini
memang jarang memiliki waktu sarapan bersama. Sejak surat PHK diterimanya,
Rokhman hanya bangun pagi untuk menikmati kopi hitam kesukaannya lalu melanjutkan
tidur lagi. Sarapan yang disediakan oleh Inah biasanya akan dimakan nanti agak
siang.
Sambil mengaduk kopi
pahit kesukaan suaminya, Inah melongok mencari keberadaan orang-orang. Kamar
tidurnya kosong, Rokhim sudah bangun rupanya. Rohman pun tidak tampak terlihat
di manapun. Dengan menenteng cangkir, Inah masuk ke dapur mencari keberadaan
suami dan anaknya.
Prang!!!! Suara cangkir
beradu dengan lantai keramik memecah kesunyian pagi di dalam rumah itu. Inah
terkulai lemas bersender di kusen pintu dapur. “Ini perintah Tuhan, Inah.
Perintah Tuhan yang Dia berikan dalam mimpiku!….. anak kita pasti masuk surga!”
Hening sesaat, sebelum
kemudian tangis Inah meledak.
serem... X(
BalasHapusGa nyangka haru bisa sesadis ini bikin tulisan...*inget kasus cangkul
BalasHapus