Senin, 06 Oktober 2014

Thrown Away Baby

“Sayang, baju seragam sepakbola aku pas SMA di mana ya?”
“Oh..itu…. dibuang, sayang….”
“kok nggak bilang aku sih….:(“
“halah, baju udah buluk gitu, udah bagus nggak aku bikin serbet…”
“tapi kan…it….”
“bawel deh….itu jemuran diangkat dulu, udah mendung!”
“i…i…iya sayang”

Sumpah, percakapan di atas bukan percakapan saya dan istri saya. Kejadian itu hanya fiktif belaka, apabila ada suami yang merasa mengalami kejadian serupa…Mas, I feel you….no not that “feel”…..I mean….ah yo wis L

 Seringkali, “dibuang sayang” bukanlah masalah bahwa barang itu masih berguna dan patut dipertahankan. Tapi, “dibuang sayang” adalah masalah kenangan.  Nggak peduli sebutut apa penampakannya, benda yang memiliki kenangan selalu punya tempat di hati, tapi belum tentu punya tempat di “dunia nyata.” Saya adalah salah satu manusia yang masih berkubang kenangan. Lihat saja, klub sepakbola kesukaan saya: Liverpool, kesukaan saya lagu jadul (hey it rhymes….).  Jarang sekali saya menyumbangkan pakaian “pantas pakai” saya, karena saya selalu berpikir bahwa pakaian itu punya nilai kenangan, entah karena itu dibeliin oleh seseorang, atau dibeli memakai uang yang sengaja saya sisihkan. Atau mungkin saya cuma pelit? Entah.  

Dulu sempat saya punya dompet yang cukup tebal, bukan karena banyak uang tapi saya isi dompet saya dengan kartu bonus dari kaset The Moffats….band remaja yang hits waktu itu. Tak peduli berapa kali dompet saya ganti, kartu-kartu itu tetap setia menghuni kompartemen dompet saya; terlalu sayang untuk dibuang. Kartu itu menemani saya hingga saya kuliah; bayangkan: anak kuliahan, laki-laki, yang di dalam dompetnya ada kartu bergambar foto-foto remaja laki-laki….. Tapi kebersamaan kami terhenti semenjak tas saya hilang. Kebetulan dompet saya ada di dalam tas itu, dan kebetulan, eh nggak kebetulan sih, kartu The Moffats itu ada di dalam dompet. 

Hilang dan rusak adalah keadaan yang memaksa saya, mau tidak mau, merelakan barang “dibuang sayang,” tapi dalam beberapa hal, saya ikhlas. Seperti contohnya, beberapa waktu lalu, saya harus melakukan yang setiap ayah harus lakukan: mengikhlaskan barang-barangnya “dirusak” oleh anaknya. Saya belajar ikhlas saat saya menemukan bahwa lightstick official yang saya beli untuk konser SNSD dulu sudah patah jadi dua….oleh Yuna, dan saya juga belajar ikhlas saat sepulang saya kerja, istri saya memberitahu bahwa kalender senbatsu official JKT48 saya sobek….juga karena ulah Yuna, sobeknya pun pas di gambar oshi saya…Beby L.



Basically, semua barang yang saya punya itu masuk kategori “dibuang sayang,” walaupun pada akhirnya ada beberapa barang yang terbuang, rusak, atau dipakai orang.  Kalau memang masih sayang, kenapa dibuang?


*thrown away baby (compound noun) dalam bahasa enggres artinya "dibuang sayang" (percaya aja deh!)

Minggu, 28 September 2014

Saya Adalah Seorang Pramuka Selama Sekolah


Semenjak Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas, Pramuka adalah satu-satunya kegiatan ekstrakurikuler (ekskul) yang selalu saya ikuti. Tapi bukan karena saya adalah siswa yang sangat teguh menjalankan sepuluh dharma Pramuka (tacipaparerahedibersu; saya sangat hapal singkatan ini, kalau kepanjangannya sih lain cerita), melainkan karena di beberapa sekolah, Pramuka adalah salah satu ekskul wajib. Sebenernya waktu SMA sih ada dua pilihan: Pramuka & PMR; saya pilih Pramuka karena itu adalah ekskul yang paling banyak peminatnya. Dengan banyak peminat, otomatis saya bakal banyak temen (buat berangkat ekskul). You know lah, ekskul kan kegiatan di luar kurikulum, pasti mengambil waktu di sore atau di hari libur, jadi kalau banyak temen buat berangkat ekskul kan lebih enak. Iyo iyo, aku ki cah mainstream.

SD adalah waktu di mana Pramuka itu wajib buat beberapa siswa kelas 5 dan 6 yang terpilih. Saya adalah langganan dipilih, ya gimana lagi I was the head of class, one of the brightest students, and the cutest according to my family hehehe. Ada setidaknya dua hal yang bisa saya ingat kalau bicara tentang Pramuka, hal pertama sangat memalukan buat saya jadi nggak usah saya ceritakan hehehe, jadi saya akan cerita hal yang satunya lagi.


Setiap bulan Agustus, untuk memperingati hari Pramuka, ada kegiatan kemah tiga hari yang diikuti semua Sekolah seantero Kecamatan, tak terkecuali sekolah saya. Kalau kemah, pasti banyak kegiatan yang diikuti, kaya hiking, lomba pentas seni, lomba semaphore, dan lain-lain. Salah satu kegiatan yang diadakan waktu itu adalah lomba mengumpulkan tanda tangan. Di kemah itu kan ngumpul semua anak sekolah se-Kecamatan, jadi mungkin panitia berinisiatif mengadakan lomba mengumpulkan tanda tangan biar terjadi interaksi antar peserta sehingga mempererat persatuan dan kesatuan demi menciptakan hubungan baik yang kuat dan berkelanjutan (ini kebanyakan baca siaran pers….). Saya sebagai seorang Pramuka yang menyandang predikat role model yang baik untuk temen temen saya pun mau tak mau ikut dalam lomba ini, walaupun, naturally, saya seorang pemalu dan nggak gampang akrab sama orang. Selama 3 hari saya mencoba mengumpulkan banyak nama dan tanda tangan peserta, tapi ya karena saya pemalu, saya  Cuma berhasil mengumpulkan sedikit. Temen satu regu pun begitu, mereka berkeliling ke tenda-tenda untuk memburu tandatangan, tapi ada seorang yang kerjanya hanya bermain dan tidur tiduran di tenda. Sementara yang lain sibuk mengisi buku catatannya dengan nama dan tanda tangan peserta kemah, dia kelihatan malas dan acuh. Mungkin memang dia malas ikut lomba, pikir saya. Pada hari terakhir kemah, diumumkan pemenang dari berbagai lomba yang diadakan panitia, salah satunya lomba mengumpulkan tanda tangan itu. Saya kaget bukan kepalang saat mendengar nama temen saya diumumkan sebagai pemenang lomba mengumpulkan tanda tangan. Iya, temen saya yang males itu. Dia sambil cengar-cengir penuh rasa kemenangan maju ke podium untuk menerima hadiah. Senyumnya kaya bilang “makan tuh kalian yang rajin, nih gue yang males-malesan yang juara.” Saya heran kenapa dia yang menang, saya nggak pingin menang sih, tapi saya tau pasti kalau dia cuman tidur-tiduran di tenda, mana bisa dia menang. Apakah dia punya teknik perkenalan tertentu?  teknik multi level marketing atau sejenisnya mungkin? Apakah dia diam-diam kalau malam bergerilya tenda demi tenda? Ataukah dia punya database peserta yang sangat lengkap? Saya tak habis pikir. Namun, usut punya usut, rahasianya sederhana; dia ternyata nggak “cuma tidur-tiduran di tenda,” sembari malas malasan, dia memalsukan nama orang dan memalsukan tanda tangannya. Hhhmmm nggak memalsukan juga sih, technically dia ngarang nama banyak orang dan tanda tangannya. How slithery is that for an elementary school kid. Saya aja nggak kepikiran sampai ke situ. Tapi apa ya segampang itu kakak kakak Pembina pramuka itu percaya? Bukannya bisa kelihatan dari tulisannya ya, atau variasi tanda tangannya? Nggak tau lah saya.    

Jumat, 19 September 2014

Hehehe (bingung kasih judul)

I

Sabtu Malam, 19.34

Di ujung sofa merah, seorang gadis belasan tahun terlihat sibuk mematutkan letak buku di meja dan secangkir teh hangat agar terlihat bagus dan artistik. Sejurus kemudian, ckrek…ckrek… suara shutter dari ponsel pintarnya terdengar. “yap…bagus nih,” gumamnya setelah menyeka layar ponselnya untuk memilih hasil jepretan dari sebuah buku dan secangkir teh hangat yang dia tata tadi. Tak berapa lama, hasil foto pilihannya telah terpampang di berbagai jejaring sosial yang dia miliki; facebook, instagram, twitter, dan yang lagi hits: path. “a good book and warm tea: my perfect Saturday night date” begitu bunyi caption untuk foto tersebut.   Beberapa waktu setelahnya, bisa ditebak apa yang dilakukan gadis itu….. bukan….bukan membaca buku sambil menikmati hangatnya jerangan daun teh. Iya betul, waktu dia kemudian dihabiskan untuk membalas komen untuk fotonya di semua jejaring sosial miliknya.

II

Minggu petang, 15.37

Seorang lelaki sedang duduk menikmati 15 menitnya di atas sofa pijat di sebuah pusat perbelanjaan. Sebuah cara yang cukup murah untuk sekedar mengusir penat. Hanya dengan 5 ribu rupiah saja, punggung anda bisa dipijat secara otomatis selama 15 menit. Lelaki itu sedang menikmati 15 menit keduanya sambil tersenyum senyum memandangi layar ponsel pintar. Jemarinya lincah berseluncur di layar 4 inchi yang menampilkan semua aplikasi jejaring sosial. Namun mukanya mendadak terlihat kaget, lalu dia terlihat menggenggam tangan seorang wanita yang juga sedang duduk di kursi pijat, di sebelahnya. Rupanya pacarnya pun juga sedang dipijat secara otomatis di sana. Terlihat lelaki itu seperti merayu dan memohon. Di sebelahnya, sang pacar terlihat menekuk mukanya, bibirnya agak monyong, dan matanya terpaku ke ponsel pintarnya, nggak mau berpandangan dengan pacarnya yang ada di sebelahnya. Usut punya usut, ternyata sang wanita marah karena merasa dicuekin, lagi ngedate kok malah pasangannya lebih sering menatap layar ponselnya daripada menatap dia. Sang lelaki menyadarinya setelah dia melihat status bbm yang diposting oleh pacarnya itu.
Hmmmmm ngedate kok di kursi pijat. Heheh


Ya, mereka semua meminta PERHATIAN. That’s the thing  we all can’t live without. Admit it.

XoXo,

Haru

Selasa, 16 September 2014

Arisan Blogging Edisi 2

Mulai hari ini, saya resmi ikutan kegiatannya temen-temen kantor, arisan blogging. Setiap seminggu sekali, dikocoklah arisan yang berisi tema artikel pilihan dari masing-masing anggota. Setelah tema “horror” di minggu pertama, tema minggu ke dua adalah “beby.” Saya girang bukan kepalang, saya merasa tema ini memang khusus ditujukan untuk saya. Iya, karena saya seorang bebyoshi. Jadi Beby Chaesara Anadila adalah seorang anggota idol grup terkemuka yang lahir di…. (Ru plis stop….cuman Niwa yang ngerti, ntar digaplokin temen-temen arisan lho). Ternyata temanya “baby” bukan “beby” ….. huuuuu penonton kecewa. >.<
paragraf di atas cuman alesan biar bisa pasang foto dek beby :3


Bayi, akan mengubah hidup orang yang dikaruniainya. Saya ingat percakapan saya dengan seorang temen.

Di dalam lift
Saya: “eh, lagi sibuk apa?”
Teman Saya: “biasa Ru, sibuk cari duit”
Saya” “ooh..”

Jawaban temen saya bener-bener unexpected. Bahkan pertanyaan saya pun sebenernya hanya sebuah ice breaker, I didn’t really mean to find out what he was up to. I was like, are you the same guy I know? Or maybe I didn’t know you that good all along.
Ternyata, memang ada yang berubah. Temen saya itu baru “punya” bayi, yang kedua. Dengan dua tambahan jiwa yang harus dia tanggung, dia juga (mau tidak mau) harus berubah (?). Sementara itu, saya, yang juga punya bayi, ditanya oleh temen “Ru, apa perubahan yang kamu rasakan setelah jadi ayah?” dan saya nggak bisa jawab. Hehehe.
Tapi, jujur, setelah menjadi ayah, saya jadi lebih peka sama segala sesuatu tentang bayi. Dulu, saya selalu bingung kalau habis liat bayi (yang baru lahir) terus ditanya, ganteng/cantik gak bayinya. Serius, buat saya waktu itu, muka bayi semua sama, kaya gitu-gitu aja. Tapi, setelah punya bayi….kayanya mata saya dibuka, bayi jadi kelihatan beda-beda, tapi tetep, yang paling cakep ya anak sendiri hehehehe. Seperti kata filsuf Yunani, “bebek ya silem, duweke dewek ya dialem.”  Kedua, setiap baca berita (yang jelek) tentang anak kecil, langsung tersentuh, pengen mewek (halah itu mah emang cengeng kayanya). Ketiga, sungguh tersiksa ketika lihat anak sakit, sampe sampe pengen mindahin sakitnya ke badan saya. Dulu, mana terpikir saya masalah seperti itu.

Tapi, misalnya saya ditanya lagi “apa artinya jadi ayah,” insya Allah sekarang saya juga masih nggak bisa jawab. Hehehehe. Kenapa ya, it’s far beyond my imagination. It feels bigger than all my blessings I could count






Gerradishti Yuna Pragyapramatya
   

Senin, 15 September 2014

Kos Kosan

Saya ini anggun kalo kata temen-temen saya. Bukan, bukan anggun yang eksotis dan jadi juri kontes nyanyi. Anggun = Anak (ng)Gunung. Iya, rumah saya di kaki gunung, dan as a consequence, demi melanjutkan mimpi, sebagian besar hidup saya dihabiskan bukan di tempat lahir saya (di kaki gunung). Semenjak saya menginjak bangku SMA (dih nggak sopan ya, berdiri di bangku) saya harus tinggal di rumah induk semang alias kos kosan. Kehidupan kos kosan berlanjut hingga saya kuliah dan bekerja di kota besar. Dan demi menjawab tantangan arisan blogging, yang baru saja saya dikonfirmasi menjadi bagiannya, saya harus menulis artikel dengan tema “horor.” Kebetulan ada kejadian horor yang menyambangi saya di kos kosan. Begini ceritanya (ah jadi inget acara hantu-hantuan itu…Kismis…Kisah Misteri).

Kos kosan saya adalah sebuah ruko (rumah toko) berlantai tiga yang berada di Jakarta Pusat. Ini kos kosan kedua saya selama di Jakarta. Saat saya pindah ke kos kosan ini, penghuninya hanya ada beberapa, mungkin kos kosan ini baru dibuka. Kamar saya ada di ujung koridor di lantai dua, saling berhadapan dengan kamar temen kuliah saya dulu yang kebetulan juga bekerja di tempat yang sama dengan saya. Sebetulnya saya sudah mendengar beberapa cerita seram mengenai kos kosan ini dari beberapa penghuninya, namun (waktu itu) saya belum dikaruniai kesempatan untuk mengalaminya langsung. Hingga pada suatu malam (ini pas banget kalo diisi sama sound effect ala horor….jenggg jeeenggg!!!) saya sedang bermain PlayStation sendirian di dalam kamar, waktu itu sekitar pukul 02.00 pagi. Di tengah asyiknya saya memainkan batang kenikmatan (joy stick), samar-samar saya mendengar suara langkah kaki di koridor depan kamar saya. Bukan langkah kaki juga sih, lebih seperti kaki yang diseret …. Sreeek…sreeek..sreek..gitu. Ah mungkin temen saya (yang kamarnya di depan kamar saya) habis dari toilet, pikir saya. Suara seretan kaki itu berhenti di depan kamar saya, ya karena kamar saya berada mentok di ujung koridor. Saya tunggu beberapa lama untuk mendengar suara orang membuka pintu, soalnya saya masih berpikir itu suara langkah kaki temen saya. Namun, nggak ada suara apapun. Dan kemudian….. tengkuk saya terasa tebal, bulu kuduk saya meremang. Ini pertama kalinya saya merasakan sensasi bulu kuduk meremang, eh nggak ding kalo pas pipis juga kadang bulu kuduk juga meremang ya…etapi beda sih sensasinya (apa dah). Kalo kata orang sih, salah satu tanda kehadiran mahluk halus adalah bulu kuduk meremang.  Tapi saya nggak tau waktu itu beneran ada mahluk halus apa yang nyamperin ke kamar saya, soalnya saya langsung ketakutan dan membesarkan volume televisi kemudian melanjutkan main PlayStation sampai pagi hehehe.

Esoknya, saya tanya temen saya yang kamarnya berhadapan dengan kamar saya, ternyata dia juga mendengar suara srek srek itu. Hiiiyyyy. Sejauh ini, that was the closest thing to me to that makhluk halus thingy. Nggak serem ya? 

Sebenernya cerita horror di kos kosan itu masih banyak sih, tapi bukan saya yang mengalami. Beberapa temen kos kosan ada yang pernah “dikasih lihat” nenek-nenek gendong anak, padahal nggak ada nenek-nenek yang ngekos di situ. Bahkan ada yang ngaku kalau pintu kamarnya pernah diketok tengah malam, pas dibuka…jreeenggg…ada pocong di depan pintu. Sebenernya saya agak nggak percaya sama cerita itu, lha gimana si pocong mau ngetok pintu kalo kostumnya gitu, tangannya kan diiket ya hehehe. Tapi saya betah sih di kosan itu, walaupun ada hantunya, tapi ada juga nilai plusnya. Di situ, salah satu anggota girlband cherrybelle pernah ngekos, mayan pemandangan hehehe.  

Minggu, 24 Agustus 2014

Sebwah Usaha Saya Memberikan Informesyen Agar Supaya Terlihat Serius dan Berguna

“pernah ke DWP gak lo?”
“pernah dong, goks banget dah. Lo harus banget dateng deh pokoknya!”

Pernah denger percakapan seperti, atau mirip mirip, di atas? Nggak? – sama! Hehehehe. Saya pun tau apa itu DWP setelah berkonsultasi dengan mbah gugel. Oke , poin saya bukan di DWP sih sebenernya, tapi di kata “goks.” Tau nggak artinya “goks?” – nanya mulu kaya agen NCIS! Hehehe. “Goks” itu adalah kata lain dari “gokil,” nggak tau “gokil” juga? Emang sih kata ini nggak ada di KBBI. Oke, menurut Agata (Anak Gaul Jakarta) “gokil” itu kira-kira artinya adalah sesuatu yang gila, luar biasa, di luar batas, tapi in a positive sense. Dan, saya pun sebenernya gak mau ngomongin kata “gokil” sih – Lha terus ngopo dijelaske mau eh? Hehehehehe.

Jadi sebenernya saya itu tertarik sama fenomena (((FENOMENA))) kok bisa “gokil” berubah menjadi “goks?” Dan ternyata ada juga kata-kata lain yang mengalami perubahan macam si gokil ini. Contohnya? Oke -> oks, sebatang -> sebats. Saya jadi tertarik, ini fenomena linguistik apa yang terjadi di sini? Eh setelah konsul dim bah gugel, seperti biasa, ternyata ada lho…. Namanya apocope – Ru, Haru, semuamuanya kok kamu cari di gugel, pas dulu kuliah sastra kamu ngapain aja eh?. Hehehehe.

Apocope itu adalah fenomena linguistik di mana suatu kata dihilangkan salah satu hurufnya (vowel), atau suku katanya. Oh iya, huruf atau suku kata yang hilang itu adalah yang berada di akhir kata itu. Jadi apa sebab terjadinya apocope? Saya juga gak ngerti. Mungkin kalau dalam kasus “goks” atau “oks” tujuannya ya biar terdengar atau terlihat keren dan mutakhir? Mungkin. Mutakhir karena ya kata-katanya jadi lebih ringkas dan sederhana, dan yang mutakhir itu biasanya membuat semuanya jadi lebih sederhana dan ringkas bukan? Bukan ya? Ya udah si. L  eh bentar-bentar, ada yang menarik. Di paragraf ini saya juga menggunakan fenomena kebalikan dari apocope, yaitu aphaeresis. Kalau apocope yang hilang itu huruf/suku kata terakhir, di aphaeresis yang hilang adalah huruf/suku kata awal. Coba tunjukin contohnya! “ya” asalnya dari “iya,” “gak” asalnya dari “nggak,” “ngerti” asalnya dari “mengerti,” dan “bentar” yang tadinya “sebentar.”

Tapi tenang aja – dude, I just used another aphaeresis there, nggak tau apa itu apocope atau aphaeresis nggak bikin hidupmu susah kok.  Pas wawancara kerja nggak ada yang nanya kalian tau apocope atau aphaeresis atau nggak apalagi di akherat, nggak ditanya macam itu lah. hehehehe. Lha terus kenapa saya bikin post ini? Ya biar kesannya berguna dan memberikan informasi gitu deh. Mmmm nggak berguna juga ya? ywdc.... :(

Rabu, 02 Juli 2014

Iseng menerjemahkan "Meeting at Night" Robert Browning

Puisi Meeting at Night karya Robert Browning adalah salah satu dari beberapa puisi favorit saya. Puisi ini selalu mengingatkan saya pada dosen saya dahulu di kampus, Pak Abu. Beliau waktu itu ngajar mata kuliah Poetry kalo nggak salah, dan puisi  Meeting at Night ini yang diceritakan Beliau, yang kemudian dihubung-hubungkan ke cerita waktu dia ngapel ke rumah pacarnya, yang sekarang jadi istrinya, naik motor pagi pagi buta.

Berhubung saya lagi ingin bernostalgia dengan segala berbau sastra, saya coba iseng untuk nerjemahin puisi Meeting at Night ini. 

Ini terjemahan saya:


Pertemuan Malam
Oleh: Robert Browning

I
Laut kelabu dan pulau yang pekat;
Dan kuning bulan separuh, besar dan rendah;
Dan ombak kecil yang terkesiap
bergulung terjaga  dari lelap
Perahu sampai di teluk darat,
Semakin pelan dihambat pasir basah.

II
Terbentang satu mil pantai beraroma hangat samudera;
Tiga petak ladang hingga sampai ke sebuah perternakan;
Sebuah ketukan di jendela, dan geretan setelahnya
Dan percik dari korek api, membiru nyala,
Dan sebuah suara yang tak lebih keras, dalam kesukaan dan ketakutan
daripada debar jantung kita berdua!


Ini puisi aslinya:

Meeting at Night
By: Robert Browning

I
The grey sea and the long black land;
And the yellow half-moon large and low;
and the startled little waves that leap
In fiery ringlets from their sleep,
As I gain the cove with pushing prow,
And quench its speed i' the slushy sand.

II
Then a mile of warm sea-scented beach;
Three fields to cross till a farm appears;
A tap at the pane, the quick sharp scratch 
And blue spurt of a lighted match,
And a voice less loud, thro' its joys and fears,
Than the two hearts beating each to each!


Terjemahan saya terjemahan bebas, jadi pasti banyak yang nggak pas hehehe. Feel free to comment. :))


Thanks,
Haru